RSS

Pengalaman Di Blitar

Tanggal 31 desember 2011 dan 1 januari 2012 kemarin saya dan keluarga suami silaturrahmi ke rumah besan mertua di Blitar, selain dalam rangka silaturrahmi juga dalam rangka liburan. kebetulan rumah besan mertua dekat dengan makam Bung Karno dan Alun-Alun kota Blitar. karena terlalu lelah setelah perjalanan 6-7 jam dari surabaya ke Blitar dengan kereta api. kami sekeluarga hanya sempat berkunjung ke Makam Bung Karno yang memang dekat dengan rumah besan, ditempuh dengan jalan kaki tidak sampai 10 menit. menjelang maghrib kami pulang dan istirahat untuk menyiapkan tenaga untuk kembali ke Surabaya esok hari.

Tanggal 1 Jaunari sekitar pukul 06.00 waktu setempat, saya dan suami pergi ke sekitar Alun-Alun kota Blitar untuk mencari ATM Mandiri, di sepanjang perjalanan kami banyak menemukan penjual bubur ayam dan penjual terompet di trotoar jalan. setelah berkeliling cukup lama, akhirnya kami menemukan sebuah mesin ATM di dekat swalayan, di luar mesin ATM duduk seorang kakek tua membawa sekantung kresek putih yg di dalamnya hanya ada 1 botol bekas tanpa isi dan beberapa kantong plastik lain di dalamnya, di lehernya mengalung beberapa peluit, pakaiannya lusuh dan nampak tak terawat. Kakek tua itu mengaku dirinya adalah juru parkir musiman di tempat itu, dia hanya bekerja pada hari minggu dan hari libur nasional. usianya sudah cukup renta untuk menjadi juru parkir. sepertinya pendengarannya juga kurang jelas, beberapa kali saya mengajukan pertanyaan selalu jawabannya tidak sesuai harapan. saat aku bertanya tentang dirinya dia malah bercerita tentang mesin ATM dibelakangnya, dan ketika aku menanyakan apakah dia sudah makan dia justru bercerita tentang pekerjaannya sebagai juru parkir. setelah suami mengambil uang, kami memutuskan untuk membeli bubur ayam untuk sang kakek. kami segera meninggalkan mesin ATM dan putar balik untuk mencari penjual bubur ayam, tak jauh dari Mesin ATM terdapat sepasang suami istri penjual bubur ayam. sepertinya belum banyak pembeli pagi ini, nampak mereka hanya duduk di dekat gerobak buburnya. saya langsung mendekati penjual tersebut dan memesan 1 porsi bubur ayam. setelah bubur ayamnya siap, saya langsung mengeluarkan uang 50ribuan untuk membayar bubur tersebut (harga bubur ayamnya 5ribu dan mesin ATM tidak menyediakan uang 5ribuan) dengan sopan si ibu penjual berkata:

" Bu, kembaliannya belum ada. uangnya ibu bawa saja. besok kalau lewat jalan ini lagi baru dibayar." mendengar ucapan si ibu saya langsung menceritakan kalau saya berasal dari Surabaya dan nanti siang sudah kembali ke Surabaya jadi saya tidak akan mungkin lewat jalan ini lagi. namun, sungguh di luar dugaan dengan sopan dan penuh rasa percaya si ibu tetap menyerahkan bubur ayam itu, biarpun saya belum membayarnya. padahal saya tahu mungkin saya adalah pembeli pertamanya dan dengan saya tidak membayar bubur itu berarti ibu itu rugi 1 porsi. rasa tidak tenang menyelimuti hati saya, lalu segera kami meninggalkan penjual bubur itu dan menukarkan uang 50ribu saya lantas membayar bubur tersebut.

Sebuah pertanyaan sederhana hinggap di benak saya, seandainya kita yang jadi penjual bubur tersebut apa yang akan kita lakukan? merelakan pembeli tersebut membawa buburnya tanpa membayar, atau menolak pembeli tersebut karena kita tidak memiliki uang kembalian atau mungkin kita tetap menerima uang pembayaran tersebut dan mencari kembalian dengan menukarkan uang tersebut pada orang lain. sebagai seorang pengusaha (penjual) seberapa percayakah kita terhadap konsumen kita????

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pengalaman Di Blitar

Tanggal 31 desember 2011 dan 1 januari 2012 kemarin saya dan keluarga suami silaturrahmi ke rumah besan mertua di Blitar, selain dalam rangka silaturrahmi juga dalam rangka liburan. kebetulan rumah besan mertua dekat dengan makam Bung Karno dan Alun-Alun kota Blitar. karena terlalu lelah setelah perjalanan 6-7 jam dari surabaya ke Blitar dengan kereta api. kami sekeluarga hanya sempat berkunjung ke Makam Bung Karno yang memang dekat dengan rumah besan, ditempuh dengan jalan kaki tidak sampai 10 menit. menjelang maghrib kami pulang dan istirahat untuk menyiapkan tenaga untuk kembali ke Surabaya esok hari.

Tanggal 1 Jaunari sekitar pukul 06.00 waktu setempat, saya dan suami pergi ke sekitar Alun-Alun kota Blitar untuk mencari ATM Mandiri, di sepanjang perjalanan kami banyak menemukan penjual bubur ayam dan penjual terompet di trotoar jalan. setelah berkeliling cukup lama, akhirnya kami menemukan sebuah mesin ATM di dekat swalayan, di luar mesin ATM duduk seorang kakek tua membawa sekantung kresek putih yg di dalamnya hanya ada 1 botol bekas tanpa isi dan beberapa kantong plastik lain di dalamnya, di lehernya mengalung beberapa peluit, pakaiannya lusuh dan nampak tak terawat. Kakek tua itu mengaku dirinya adalah juru parkir musiman di tempat itu, dia hanya bekerja pada hari minggu dan hari libur nasional. usianya sudah cukup renta untuk menjadi juru parkir. sepertinya pendengarannya juga kurang jelas, beberapa kali saya mengajukan pertanyaan selalu jawabannya tidak sesuai harapan. saat aku bertanya tentang dirinya dia malah bercerita tentang mesin ATM dibelakangnya, dan ketika aku menanyakan apakah dia sudah makan dia justru bercerita tentang pekerjaannya sebagai juru parkir. setelah suami mengambil uang, kami memutuskan untuk membeli bubur ayam untuk sang kakek. kami segera meninggalkan mesin ATM dan putar balik untuk mencari penjual bubur ayam, tak jauh dari Mesin ATM terdapat sepasang suami istri penjual bubur ayam. sepertinya belum banyak pembeli pagi ini, nampak mereka hanya duduk di dekat gerobak buburnya. saya langsung mendekati penjual tersebut dan memesan 1 porsi bubur ayam. setelah bubur ayamnya siap, saya langsung mengeluarkan uang 50ribuan untuk membayar bubur tersebut (harga bubur ayamnya 5ribu dan mesin ATM tidak menyediakan uang 5ribuan) dengan sopan si ibu penjual berkata:

" Bu, kembaliannya belum ada. uangnya ibu bawa saja. besok kalau lewat jalan ini lagi baru dibayar." mendengar ucapan si ibu saya langsung menceritakan kalau saya berasal dari Surabaya dan nanti siang sudah kembali ke Surabaya jadi saya tidak akan mungkin lewat jalan ini lagi. namun, sungguh di luar dugaan dengan sopan dan penuh rasa percaya si ibu tetap menyerahkan bubur ayam itu, biarpun saya belum membayarnya. padahal saya tahu mungkin saya adalah pembeli pertamanya dan dengan saya tidak membayar bubur itu berarti ibu itu rugi 1 porsi. rasa tidak tenang menyelimuti hati saya, lalu segera kami meninggalkan penjual bubur itu dan menukarkan uang 50ribu saya lantas membayar bubur tersebut.

Sebuah pertanyaan sederhana hinggap di benak saya, seandainya kita yang jadi penjual bubur tersebut apa yang akan kita lakukan? merelakan pembeli tersebut membawa buburnya tanpa membayar, atau menolak pembeli tersebut karena kita tidak memiliki uang kembalian atau mungkin kita tetap menerima uang pembayaran tersebut dan mencari kembalian dengan menukarkan uang tersebut pada orang lain. sebagai seorang pengusaha (penjual) seberapa percayakah kita terhadap konsumen kita????

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS